Tidak semua cerita ingin dibagikan.
Tidak semua kabar kurang baik mudah diceritakan.
Kadang ada hal-hal yang lebih tenang bila disimpan saja,
dirawat dalam hati, dipeluk dalam diam.
Hari ini, cerita itu tanpa sengaja sampai pada seseorang.
Padahal kami sedang mencoba merasa baik-baik saja.
Belajar berdiri di atas pijakan yang rapuh,
membangun kekuatan dari pengalaman lampau yang mengajarkan banyak hal.
Kami sedang sibuk merangkai hikmah,
mencari makna dari segala kejutan yang datang tiba-tiba.
Kami sedang menyicil solusi,
meski kepala seringkali berdenyut mengingatkan batas diri.
Kami berusaha berdamai dengan keadaan,
menemukan tenang di tengah riuh.
Namun sebuah pertanyaan datang, memakda kami membuka pintu yang sebetulnya ingin kami tutup rapat.
Dan sesuai ekspektasi, tanggapan yang muncul pun bukan yang kami butuhkan.
Bukan kata yang menenangkan,
melainkan kalimat yang menyesakkan dada.
Aku merasa disalahkan.
Seolah aku penyebab kesulitan orang yang paling kusayangi.
Seolah langkah-langkah yang kami ambil hanya kesalahan,
tanpa ruang untuk dipahami alasannya.
Kata demi kata terus mengalir,
dengan nada prihatin bercampur kecewa, sesekali muncul kepanikan.
Hidup kami (yang sebenarnya masih baik-baik saja) jauh dari kehidupan ideal menurut versinya, membuatnya gusar.
Dan perlahan, benang kusut yang sedang kami luruskan kembali ruwet, kembali sulit disentuh dengan sabar.
Andai penonton tahu caranya diam.
Andai penonton paham,
bahwa tak semua cerita butuh ulasan,
bahwa tak semua pertunjukan butuh komentar.
Terlebih, tiket untuk duduk di kursi itu pun tak pernah ia beli.